Sejarah singkat tentang  PT Chevron Pacific Indonesia, semoga bermanfaat  untuk kalian yang sedang mempersiapkan diri mengikuti test interview lowongan kerja PT Chevron Pacific Indonesia.
PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) adalah anak perusahaan dari Chevron  yang bertugas mengeksplorasi minyak yang ada di Riau. Sebelum diambil  alih oleh Chevron, perusahaan ini bernama Caltex Pacific Indonesia. Para  karyawan CPI ditempatkan di 4 kota di Riau yaitu Dumai, Duri, Minas dan  Rumbai. CPI juga merupakan perusahaan minyak kontraktor terbesar di  Indonesia, dengan produksi sudah mencapai 2 miliar barrel.
PT. Chevron Pacific Indonesia (PT. CPI) merupakan produsen minyak  terbesar di Indonesia yang didirikan sejak tahun 1924 oleh Standart Oil  Company Of California (SOCAL). Survey explorasi diawali di pulau  Sumatra, Jawa Timur dan Kalimantan Timur yang dimulai pada tahun 1924  dipimpin oleh Emerson M.Butterworth mengadakan pengeboran minyak di  daerah tersubut. Tim Butterworth juga melakukan survey explorasi di  bagian utara pulau Papua dan terhenti karena Indonesia masih dibawah  penjajahan Hindia Belanda.
Pada tahun 1930, tim tersebut mengajukan izin pengeboran minyak kepada  Pemerintah Hindia Belanda untuk mengajukan pengeboran minyak di pulau  tersebut, karena berdasarkan survey mereka menunjukkan bahwa daerah  tersebut memiliki kandungan minyak yang cukup potensial. Pada tahun yang  sama, pemerintah Hindia Belanda memberikan izin kepada SOCAL untuk  melanjutkan eksplorasinya di daerah Sumatra Tengah dan dibentuk N,V.  Nederlanche Pacifik Petroleum Maatchappij (NPPM) yang merupakan cikal  bakal dari PT.Chevron Pacifik Indonesia pada bulan Juni 1930. Pada tahun  1935, SOCAL ditawari pemerintah daerah Hindia Belanda suatu daerah  seluas 600.000 ha di daerah Sumatra Tengah. Kemudian James P . Bailey  dari kantor SOCAL Jakarta merekomendasikan Rekan Block dan pada bulan  Juli 1936 SOCAL atau TEXAS Company (TEXACO) yang merupakan dua  perusahaan besar Amerika itu bergabung menjadi California Texas  Petroleum Corporation (CALTEX).
Cadangan minyak yang pertama kali ditemukan Caltex terdapat dilapangan  Sebanga pada bulan Agustus 1940. Kemudian berturut-turut pada bulan  berukutnya ditemukan kembali cadangan-cadangan minyak yang baru antara  lain lapangan Rantau Bais dan lapangan Duri yang masing-masing pada  bulan November 1941. Pengeboran minyak di kawasan Riau dimulai pada  tahun 1934. Pada tahun 1940 untuk pertama kalinya minyak mulai ditemukan  dari lokasi sumur di Sebanga, dan pada tahun 1941 PT.Chevron Pacifik  Indonesia (PT. CPI) menemukan ladang minyak di Duri.
Pada saat perang dunia II kegiatan eksplorasi dan pengeboran minyak oleh  Caltex di Riau dihentikan. Semua ladang minyak Caltex di daerah itu  diduduki dan dikuasai oleh tentara Jepang. Selama pendudukan Jepang,  lading minyak Caltex tetap diusahakan oleh tentara Jepang untuk memenuhi  kebutuhan minyak Jepang. Demikian pula selama perang kemerdekaan,  Caltex menghentikan seluruh kegiatannya di Indonesia. Caltex mulai aktif  lagi berproduksi setelah perang kemerdekaan usai.
Sekitar tahun 1949-1950, Presiden Soekarno mengeluarkan perintah untuk  menasionalisasikan perusahaan penghasil minyak di Indosesia yang  dimiliki oleh Belanda, namun secara tidak langsung keputusan itu  mengancam kedudukan Caltex sebagai salah satu penghasil minyak asing  terbesar di Indonesia. Pada tahun 1950-an Caltex telah menginvestasikan  modalnya lebih dari US$ 50 juta di Indonesia. Selain itu ditemukan  ladang minyak di Minas pada tahun 1944 oleh Jepang yang terbukti  memiliki potensi sebagai penghasil minyak terbesar di dunia. Menjelang  tahun 1958, produksi minyak Caltex telah mencapai 200.000 barrel per  hari.
Upaya menasionalisasikan perusahaan asing di Indonesia datur dalam  undang-undang No. 44 tahun 1960. Berdasarkan UU tersebut ditetapkan  bahwa semua kegiatan penambangan minyak dan gas bumi di Indonesia hanya  dilakukan oleh perusahaan minyak negara (Pertamina). Pada tahun 1963,  Caltex menjadi bahan hukum di Indonesia dengan pemilikan saham  masing-masing 50% SOCAL dan 50% TEXACO.
Ladang minyak Duri memberikan sumbangan sebesar 8% total produksi minyak  Indonesia dan 42% dari seluruh produksi minyak PT. CPI mengalami  penurunan produksi sejak tahun 1964. Penurunan produksi dari ladang  minyak duri sangat memprihatinkan, karena hal itu sangat berpengaruh  pada economic life expectancy dari perusahaan ini. Untuk mengatasi  masalah tersebut PT. CPI menciptakan proyek injeksi uap di ladang minyak  Duri. Proyek ini diresmikan oleh Presiden Suharto pada tanggal 3 Maret  1990. Injeksi uap ini merupakan teknologi baru PT. CPI yang mutakhir  yang dapat mempermudah penyedotan minyak dari perut bumi. Dengan  menerapkan teknologi baru tersebut, PT. CPI mengharapkan produksi minyak  yang besar dari ladang minyak Duri dapat dilipat gandakan.
Rancangan injeksi uap ini diterapkan secara efekfif pada ladang minyak  dengan pola yang bervariasi, diantaranya pola titik tujuh, yaitu satu  sumur injeksi untuk enam sumur produksi, pola lima atau Sembilan titik.  Pada tanggal 9 Agustus 1971, PT. CPI menandatangani kontrak bagi hasil  untuk derah operasi baru seluas 21.979 km2 di wilayah Coastal Plains dan  Pekanbaru. Wilayah kerja sebelumnya yang dikenal dengan sebutan  Kangguru Block seluas 9.030 km2 diperpanjang masa operasinya sampai  dengan tanggal 8 Agustus 2001. Rasio pembagian untuk kontrak bagi hasil  yang disepakati sampai saat ini antara pemerintah (Pertamina) dan PT.  CPI, adalah 88% dan 12%, ditambah dengan ketentuan khusus berupa  fleksibilitas atau inisiatif bagi PT. CPI untuk hal-hal tertentu.
Produksi minyak mentah Caltex mencapai 65,8% pada tahun 1974 dan menurun  menjadi 46,5% pada tahun 1990. Meskipun terjadi penurunan produksi,  Caltex tetap menguasai pangsa produksi sebesar 75% secara nasiaonal,  sedangkan Pertamina dan Unocal mengalami penurunan produksi. Perjanjian  karya berakhir pada tanggal 28 Agustus 1983 dan diperpanjang manjadi  “Kontrak Bagi Hasil” (Production Sharing Contract) sampai tangal 8  Agustus 2001 dengan wilayah seluas 31.700 km2. Dalam kontrak tersebut  ditetapkan bahwa pertamina adalah manajemen pengendali operasional dan  yang menyetujui program kerja anggaran tahunan. PT. CPI sebagai  kontraktor berkewajiban melaksanakan kegiatan operasional dan penyediaan  keahlian teknis dan investasi serta biaya operasional dan penyediaan  keahlian teknis dan investasi serta biaya operasi. Rasio pembagian untuk  kontrak bagi hasil yang disepakati sampai saat ini adalah sebesar 88%  untuk pertamina dan 12% untuk PT. CPI untuk hal-hal tertentu.
Pada 9 Oktober 2001 dua perusahaan besar induk PT. CPI yaitu Chevron dan  Texaco tergabung (merger) menjadi Chevron Texaco. Dan perusahaan  Chevron Texaco salah satu perusahaan energi terbesar di dunia.
Pada bulan Mei 2005 Chevron Texaco merubah namanya menjadi Chevron  Corporation. Dan pada tanggal 10 Agustus 2005 Chevron bergabung dengan  Unocal, dengan menggunakan satu nama perusahaan yaitu Chevron. Nama  tersebut digunakan sampai saat ini.